What is Love? (2)

PART 3

Kali ini aku akan bercerita mengenai kisah cintaku yang selanjutnya. Kisah ini terjadi saat aku menginjak kelas XI, aku kurang tahu sejak kapan dimulainya, tetapi yang aku ingat kisah ini terjadi di antaranya saat sedang KKL di Diskimrum Bandung.

Jadi ceritanya aku dan beberapa sahabatku seringkali membicarakan gebetan atau pacarnya masing-masing. Ada salah satu sahabatku yang menyukai senior dari jurusan sebelah, panggil saja dia Fadli (nama samaran). Seringkali dia menceritakan kelebihan-kelebihan Kang Fadli kepada kami. Dulu aku tidak menyadari bahwa aku adalah tipe orang yang bisa memahami apa yang orang lain ceritakan dengan baik, dan aku bisa merasakan apa yang orang lain rasakan secara mendalam. Lambat laun aku "menjadi" sahabatku, dalam artian apa yang dia rasakan kepada Kang Fadli aku pun menaruh perasaan itu kepada Kang Fadli. Tanpa disadari aku telah menyukai senior yang disukai pula oleh sahabatku.

Awalnya aku biasa saja terhadap senior tersebut, namun seiring berjalannya waktu aku semakin dekat dengannya, terkadang aku bercerita ke sana ke mari, dan terkadang curhat tentang masalah-masalah yang kualami saat itu, hingga akhirnya aku merasa nyaman dengannya. Rasa suka itu semakin menjadi-jadi tanpa tahu diri.

Kedekatanku dengan Kang Fadli lebih istimewa dibandingkan kedekatan sahabatku dengannya. Namun aku dan Kang Fadli dalam kondisi dan situasi yang sebenarnya kurang jelas. Kami sebut kedekatan dan hubungan kami sebagai TTM. Dikatakan berteman, nyatanya lebih dari teman. Dikatakan pacaran, nampaknya kami juga bukan sepasang kekasih resmi.

Terkadang aku kesal kepadanya karena setiap kali aku meminta diresmikan dengan ditandai status facebook kami berpacaran, dia selalu menolak. Seetiaap kali aku mencoba, setiap kali itupun dia menolak. Entah aku tidak tahu kenapa dia seperti itu.

Suatu hari, aku sengaja menerima tembakan temannya Kang Fadli untuk memanas-manasi dia. "Ini loh tinggal jadian apa susahnya sih", aku ingin menyampaikan maksudku kepadanya begitu. Tetapi nampaknya dia tetap pada pendiriannya. Aku pun putus dengan temannya itu.

Aku tidak mempermainkan temannya Kang Fadli, karena aku tahu bahwa laki-laki tersebut punya banyak pacar di sekolah. Jadi aku tidak merasa bersalah dan dia pun baik-baik saja dengan itu.

Setelah berjalan cukup lama, kemudian dimulailah kehancuran hubungan kami. Tiba-tiba aku mendapatkan pesan dari sahabat Kang Fadli yang memberitahukan kepadaku bahwa Kang Fadli mengantarkan seorang perempuan di sekolah ke rumahnya. Mulanya informasi yang kudapatkan ialah karena perempuan itu sedang sakit dan membutuhkan bantuan. Aku pun bersimpati dan tidak mempermasalahkannya.

Namun, hari demi hari, laporan itu tetap berdatangan. Dan pada saat aku semakin resah dan berusaha mengonfirmasikannya kepada Kang Fadli, dia berujar bahwa perempuan itu sedang membutuhkan bantuan dikarenakan sakitnya sangat berat. Yang tidak aku pahami, mengapa harus kekasihku? Mengapa dia terlalu peduli pada perempuan lain? Mengapa bantuan itu melebihi apa yang seharusnya dinamakan bantuan? Mengapa kamu selalu memilih perempuan itu dari pada aku? Apakah aku bahkan ada artinya untukmu? Apakah kau masih mencintaiku? Apakah kau telah berpaling ke perempuan lain?

Siang itu kecemburuanku mencapai puncaknya. Aku berkata "Pilih aku, atau dia?"

Tidak basa-basi dia pun langsung mendatangi tempatku, ia berkata ingin menjelaskan semuanya.

Tetapi, bahkan sampai akhir pun dia tidak bisa memilih aku. Aku dikalahkan oleh sifat tidak tegaannya yang membuatnya memilih perempuan itu dan melepaskanku.

Jika harus kukatakan, pada saat itu dia adalah lelaki yang paling aku sukai, yang paling aku cintai, yang paling aku kagumi. Yang aku ingin terus bersamanya, dekat dengannya. Perpisahan kami memberikan pukulan yang sangat dahsyat bagi diriku.

Setiap hari aku mengunci pintu kamar dan menangis sejadi-jadinya. Beberapa lagu sedih dan patah hati selalu berhasil membuatku mencucurkan air mata hingga mataku bengkak. Makan tak enak, tidurpun tiada nyenyak. Butuh waktu yang sangat lama untukku bangkit karena...

Dia lah patah hari terbesarku.

Komentar