Ideologi Organisasi Pergerakan Pada Masa Pergerakan Nasional di Indonesia (1900-1942)



Pendahuluan
            Pergerakan nasional di Indonesia bermula pada sekitar tahun 1900 sampai tahun 1942. Banyak faktor yang menyebabkan terlahirnya pergerakan nasional. Secara garis besar, pergerakan nasional merupakan refleksi atas kebijakan-kebijakan yang keluar di Belanda berkat beberapa kecaman seperti yang dilontarkan oleh Douwes Dekker dalam novel Max Havelaarnya maupun oleh Theodore van Deventer dalam artikel “Een Eereschuld”nya. Kebijakan-kebijakan tersebut berupa politik etis dengan tiga poin utama yang akan diterapkan di wilayah jajahan Hindia Belanda, yaitu pendidikan, irigasi dan transmigrasi. Ditambah dengan kemenangan kaum liberalis di parlemen Belanda, yang akan turut serta mempengaruhi kehidupan di Hindia Belanda.
Pergerakan nasional itu sendiri digagas oleh para kaum intelektual dan kaum priyayi baru. Menurut Sartono Kartodirdjo, apa yang disebut dengan kaum intelektual atau kaum priyayi di atas adalah sekelompok orang atau masyarakat yang mengalami transformasi pemikiran, di mana terjadi perubahan-perubahan pada pandangan dunia serta persepsi sejarah. Dari yang tadinya bersifat tradisionalisme dengan etnosentrismenya yang lebih menunjukkan pandangan terarah ke dalam menjadi pemikiran yang bersifat moderat, yaitu pandangan yang terarah ke masa depan, yang menganggap perlu adanya perubahan terhadap tradisi, sehingga orang dapat menyesuaikan diri dengan orde sosial baru.
Kaum intelektual dan kaum priyayi baru ini merupakan hasil positif (menurut sudut pandang pribumi) dari kebijakan-kebijakan politik etis yang dikeluarkan pada akhir abad ke-19 tersebut. Memanfaatkan keterbukaan pemerintah Hindia Belanda, para kaum intelektual dan kaum priyayi baru ini atau yang bisa kita sebut sebagai elit modern, mulai bergerak dalam bidang pendidikan, jurnalistik dan organisasi. Mereka merasa perlu “mencerahkan” masyarakat yang tidak mereka sadari, bahwa mereka telah terlena oleh kebijakan pemerintah kolonial dan sedang ditindas demi keserakahan kolonial-kolonial tersebut. Namun, untuk “mencerahkan” masyarakat, tidak serta merta berteriak-teriak bahwa kita sedang dieksploitasi, kita sedang ditipu atau sebagainya. Maka dari itu terbitlah surat kabar yang diprakarsai oleh Raden Mas Tirto Adhi Soeryo, dengan surat kabar Soenda Beritanya pada tahun 1903. Surat kabar Soenda Berita dan surat-surat kabar setelahnya, kesemuanya bertujuan untuk mencerdaskan dan membantu rakyat dalam banyak bidang dan banyak hal serta sebagai pendorong /penggerak masyarakat. Mulai dari menyediakan bahan bacaan berupa huruf latin, info kesehatan, info perekonomian dan lain-lain. Pembacanya memang tidak semua rakyat, melainkan hanya kaum menengah ke atas, atau para priyayi dan kalangan bangsawan. Tetapi, dengan terbukanya pikiran para bangsawan dan priyayi, mereka membagikan buah-buah pikirannya kepada masyarakat sekitarnya. Sedikit demi sedikit rakyat tersadarkan akan keadaan yang sebenarnya di mana mereka hidup di dalamnya. Bahwa mereka selama ini telah dimanfaatkan, dikuras habis oleh kolonial demi kepentingan mereka sendiri. Berkat politik etis, dengan berkembangnya bidang pendidikan, jurnalistik dan organisasi melahirkan gerakan priyayi yang berskala kedaerahan dan kemudian berskala nasional (demi kepentingan bersama).
Lalu mereka membuat organisasi-organisasi dalam rangka meneruskan berbagai pengetahuan dan perjuangan pergerakan. Organisasi-organisasi ini berupa perkumpulan yang bersifat etnosentrisme, misalnya Budi Utomo, Paguyuban Pasundan dan lain-lain. Sampai tiba tahun 1928, di mana pertama kalinya nama Indonesia diteriakan oleh para pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda. Robert van Niel menulis :
dalam suasana sekolah yang bersifat Barat . . . para pemuda Jawa bertemu dengan kehidupan yang berbeda dengan apa yang mereka kenal di rumah maupun di lingkungan mereka. Perbedaan itu bukan hanya dalam lingkungan fisik, tetapi jauh lebih penting dari itu, adalah lingkungan mental: barangkali secara tidak terlalu tepat dan sangat umum dianggap sebagai perbedaan antara lingkungan sikap yang sifatnya ilmiah-rasional dan sikap mistis-animistis.

Mulai dari saat itu, perkumpulan-perkumpulan (organisasi) bergerak dalam skala nasional, pergerakan-pergerakan mereka tidak lagi hanya sebatas gerakan etnis, tetapi menyeluruh, terus-menerus dan semakin radikal dengan tujuan mengumpulkan kekuatan rakyat demi menjunjung harapan akan nasib bangsanya sendiri dan identitas bangsa. Persoalan identitas nasional pada dasarnya telah diatasi, yaitu sebagai identitas yang muncul dari pengalaman bersama dalam penindasan oleh Belanda.

Ideologi-Ideologi yang Ada Pada Masa Pergerakan Nasional
Perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi tersebut tentu tidak serta merta bergerak ke segala arah semau dan sesuka mereka. Berbagai organisasi itu menawarkan berbagai paham (ideologi) mereka kepada rakyat. Misalnya Islamisme, Kesukuan dan Kebudayaan, Sosialisme, Komunisme, Marhaenisme, Kebangsaan Sekuler, Pendidikan dan Perdagangan.

Organisasi-Organisasi yang Ada Pada Masa Pergerakan Nasional
            Pada masa pergerakan nasional ini terdapat beberapa organisasi yang berbentuk partai, perkumpulan, paguyuban dan lain-lain. Mereka ialah Perhimpunan Habibprojo, Mardiwara, Pewarta Prijaji, Al-Jam’iyat Al Khiriyah, Syarikat Prijaji, Syarikat Dagang Islamiyah, Budi Utomo, Sarekat Islam, ISDP, ISDV, Indische Partij, PNI, PKI, GAPI, MIAI, organisasi-organisasi wanita dan masih banyak lagi.

Orientasi Ideologi Organisasi Pada Masa Pergerakan Nasional
Islamisme : Mempelopori bangkitnya kesadaran nasionalisme Islam yaitu Djamiatul Choir, Al-Irsjad, Syarikat Dagang Islamiyah, Sarekat Islam, Syarikat Dagang Islam, Persyarikatan Muhammadiyah, Persyarikatan Ulama, Matla’ul Anwar, Nahdlatul Ulama, Nahdlatul  Wathan, Persatuan Muslimin Indonesia dan Persatuan Islam.
Djawanisme, Tradisionalisme, Kesundanisme : Budi Utomo, Syarikat Prijaji, Paguyuban Pasundan, Taman Siswa dan lain-lain.
Komunisme : Dengan ide komunis Internasional, Indische Sociaal Demokratische Vereeniging (ISDV) yaitu Perserikatan Komunis di India (PKI) diikuti ide komunis nasional Partai Komunis Indonesia (PKI).
Marhaenisme : Partai Nasional Indonesia (PNI)
Kebangsaan Sekuler : Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).

Perhimpunan Habibprojo : Akhir abad ke -19 lahir Perhimpunan Habibprojo. Perhimpunan ini merupakan organisasi pedagang batik Solo.
Mardiwara : Organisasi para pedagang yang berskala internasional pada akhir abad ke-19.
Pewarta Prijaji : Perta Prijaji didirikan oleh R. M.Tirto Adhi Suryo pada tahun 1903. Merupakan organisasi pembaca yang anggotamya para prijaji.
Syarikat Dagang Islamiyah : merupakan organisasi dagang yang berupaya mewadahi para pedagang lokal atau pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang Cina yang pada waktu itu mendominasi. Organisasi ini didirikan oleh R. M. Tirto Adhi Suryo sekitar sebelum tahun 1905. Dengan begitu organisasi ini beralirkan ideologi pendidikan dan perdagangan dengan inti Islamisme.
Syarikat Prijaji : Didirikan pada tahun 1906 oleh R. M. Tirto Adhi Suryo sekembalinya ia setelah kepergiannya pasca kebangkrutan Soenda Berita. Organisasi yang diketuai oleh R. M. Prawirodiningrat ini bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan non politik, karena menghindari penglihatan Belanda.

Budi Utomo : dengan semboyan hendak meningkatkan martabat rakyat, Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Dalam perjalanan kampanye itu pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, palajar STOVIA, di Jakarta. Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta pelajar-pelajar STOVIA lainnya di gedung STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo, dan Sutomo ditunjuk sebagai ketua. Dari bulan Mei sampai awal Oktober 1908, Budi Utomo yang beru muncul itu merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya. Tujuannya merumuskan secara samar-samar yaitu kemajuan bagi Hindia, di mana jangkauan geraknya terbatas pada penduduk Pulau Jawa dan Pulau Madura dan baru kemudian meluas untuk penduduk Hindia Belanda seluruhnya dengan tidak memerhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan agama. Apa yang Hatta dan Alihsjahbana sebut dengan nasionalis kultural. Setelah cita-cita Budi Utomo mendapat dukungan yang semakin meluas di kalangan cendekiawan Jawa, pelajar itu menyingkir dari barisan depan. Sebagian karena keinginannya agar generasi yang lebih tua memegang peran bagi gerakan itu. Dapat kita lihat pada pernyataan terakhir, bahwa pergerakan Budi Utomo cenderung berideologikan Djawanisme/Tradisionalisme dalam lingkup kesukuan dan kebudayaan, yang di dalamnya selalu mengutamakan orang yang lebih tua.
Budi Utomo pada akhir tahun-tahun 1920-an berubah dari organisasi etnis Jawa menjadi organisasi Indonesia. Baru pada tahun 1932, Budi Utomo mengalami fusi (peleburan) dengan organisasi-organisasi lain yang berdasarkan kooperasi. Organisasi fusi yang dibentuk terdiri dari organisasi-organisasi yang anggotanya hanya bangsa Indonesia. Organisasi baru itu direncanakan menganut politik perjuangan kooperasi, akan tetapi terhadap sesuatu hal kadang-kadang diambil sikap nonkooperasi. Artinya kini ke semua organisasi tersebut termasuk Budi Utomo beralirkan ideologi Nasionalisme.
            Pada bulan Juni 1933 dalam kongres di Solo Budi Utomo memutuskan untuk mempercepat fusi dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). PBI berasal dari Indonesische Studieclub (Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya yang didirikan dan dipimpin oleh dr. Sutomo pada tahun 1924. Kelompok studi tersebut yang terdiri atas kaum intelektual didikan Barat direorganisasi menjadi PBI pada tanggal 16 Oktober 1930. Tujuan organisasi dirumuskan yaitu mencapai kebahagiaan yang sempurna bagi tanah air dan rakyat Indonesia atas dasar nasionalisme Indonesia. PBI yang terutama bekerja di Jawa Timur lemah di bidang politik, tetapi kuat di bidang sosial dan ekonomi.
            Sesuai dengan rencana, pada tanggal 24-26 Desember 1935 Budi Utomo dan PBI menyelenggarakan kongres di Solo. Dalam acara tersebut kedua organisasi tersebut berfusi dan lahir organisasi baru bernama Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo yang terpilih sebagai ketua pengurus besar mengatakan bahwa Parindra adalah partai nasional yang bertujuan memperbaiki kehidupan berbagai golongan penduduk. Tujuan Parindra ialah Indonesia yang besar dan luhur. Untuk mencapai tujuan itu disebutkan: memperkuat semangat nasionalisme Indonesia; menjalankan aksi politik sampai tercapainya suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme; meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial rakyat.
            Pada waktu rapat fusi itu, ikut melebur juga organisasi Sarekat Sumatra dan Tirtayasa (organisasi orang-orang Banten). Tahun berikutnya menyusul berfusi Partai Sarekat Selebes (Parsas) sesudah pecah di dalamnya, sedangkan Timors Verbond menyatakan akan bekerjasama dengan Parindra. Selanjutnya beberapa pemimpin terkenal bergabung ke partai baru itu, antara lain Mohammad Husni Thamrin (pemimpin organisasi Kaum Betawi) dan pemimpin-pemimpin dari Partai Indonesia (Partindo) yaitu Mr. Sunaryo dan Mr. Iskaq Cokroadisuryo. Partai baru itu mulai bergerak dengan 53 cabang dan anggota sebanyak 2.525 orang.

Sarekat Islam : pada tahun 1911 didirikan perkumpulan Sarekat Islam (SI) di Solo. Latar belakang ekonomis perkumpulan ini ialah perlawanan terhadap pedagang antara (penyalur) oleh orang Cina. Sungguhpun demikian, kejadian itu merupakan isyarat bagi orang muslim, bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputera. Ia merupakan reaksi terhadap rencana kretenings-politiek (politik pengkristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenaar-ambtenaar bumiputera dan Eropa. Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenaar-ambtenaar pemerintah, maka Sarekat Islam berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yakni lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita. Banyak aspek perjuangan yang terkumpul menjadi satu di dalam tubuh Sarekat Islam sehingga ada yang menamakan bahwa Sarekat Islam merupakan gerakan “nasionalistis-demokratis-ekonomis”.
            Organisasi Sarekat Islam ini kemudian berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) kemudian pada tahun 1930 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu dilakukan untuk menunjukkan, seperti juga partai-partai lainnya, sama berbaktinya kepada pembentukan Negara Kesatuan Indonesia.
            Menurut keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Sarekat Islam yang beberapa kali berubah nama itu tetap berpaham Islamisme bergandengan dengan Nasionalisme dan sedikit demokratis.

Perhimpunan Indonesia : Didirikan pada tahun 1908 oleh Sutan Kasayangan dan R. M. Noto Suroto dengan nama awal Indische Vereeniging. Bertujuan untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia di Belanda, maksudnya orang-orang pribumi dan nonpribumi yang bukan Eropa, di negeri Belanda dan hubungan dengan orang Indonesia. Pada awalnya organisasi ini bersifat organisasi sosial. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan keadaan internasional, terjadi perubahan di dalam tubuh organisasi ini yang pada 1922 diganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging, pada 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Memperlihatkan perubahan tujuan pergerakan organisasi yang semakin mantap mengarahkan haluan ke nasionalisme.

Indische Partij : Organisasi yang memiliki konsepsi bercorak politik seratus persen dan program nasional yang meliputi pengertian nasionalisme modern ini didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 oleh E.F.E. Douwes Dekker. Organisasi ini ingin menggantikan Indische Bond sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia. Ketika persiapan pendirian organisasi ini, Douwes Dekker melakukan perjalanan propaganda di Pulau Jawa yang dimulai pada 15 September dan berakhir pada 3 Oktober 1912. Bukti nyata dari propaganda ini ialah didirikannya 30 cabang dengan anggota sejumlah 7.300 orang, yang kebanyakan merupakan Indo-Belanda. Tujuan Indische Partij sendiri ialah untuk membangunkan patriotism semua rakyat bumiputera terhadap tanah airnya yang telah member lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Berideologi “Nasionalisme Hindia” dan bergerak dalam bidang politik.

ISDV : Atas prakarsa H.J.F.M. Sneevlit, seorang anggota Partai Buruh Sosial Demokrat beserta orang-orang sosialis lainnya seperti J.A. Brandsteder, H.W. Dekker dan Bergsma, ia mendirikan organisasi yang bernama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) pada 9 Mei 1914. Namun, Sneevlit beserta kawan-kawannya merasa organisasi mereka kurang berhasil dan tidak dapat berkembang, karena tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian mereka berpikir untuk bersekutu dengan gerakan yang lebih besar yang dapat bertindak sebagai jembatan kepada massa rakyat Indonesia. Pada 1916, ISDV menyusup ke dalam badan Sarekat Islam yang pada saat itu telah mempunyai ratusan ribu anggota. Mereka menjadikan anggota ISDV menjadi anggota Sarekat Islam dan menjadikan angggota Sarekat Islam menjadi anggota ISDV. Kemudian Sneevlit dan kawan-kawan berhasil mengambil alih beberapa pemimpin muda Sarekat Islam menjadi pemimpin ISDV. Namun dengan berlalunya waktu terjadilah perpecahan di dalam ISDV, dikarenakan sikap pemimpinnya yang terlalu radikal yang menyebabkan golongan moderat di dalam ISDV mengundurkan diri. Pada bulan September 1917 mereka membentuk SDAP cabang Hindia Belanda yang kemudian menjadi Indische Sociaal-Democtratische Partij (ISDP).
            Pada waktu pecahnya Revolusi Bolsyevik di rusia, tubuh ISDV telah bersih dari unsur-unsur yang moderat dan dapat dikatakan sikapnya telah bersifat komunistis. Dan pada akhir 1918 gerakan kaum sosialis ini dapat dikatakan mati. Beberapa anggota bangsa Eropa dalam ISDV malah mengusulkan untuk mengikuti jejak SDAP di Belanda yang menjadikan dirinya Partai Komunis Belanda (CPN). Sebagai hasil gagasan mereka, pada kongres ISDV ke-7 di bulan Mei 1920 dibicarakan usul untuk menggantikan ISDV menjadi Perserikatan Kommunist di Hindia. Pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV resmi merubah namanya menjadi Partai Kommunist Hindia. Lalu pada bulan Desember 1920 dirubah lagi namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pergantian nama dan susunan pengurus pada kongres Mei 1920 tetap tidak mengubah program politik partai. Partai tetap berpegang teguh kepada prinsip internasionalis dan menganggap nasionalisme sebagai salah satu musuh utama. Pada tahun 1936 kegiatan utama kaum komunis disalurkkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di mana tokoh-tokoh mereka yang utama ialah Amir Syarifuddin.

Partai Nasional Indonesia : Atas prakarsa Ir. Soekarno sebagai pendiri Algemeene Studieclub di Bandung, diadakanlah rapat pendirian Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). PNI bertujuan untuk memerdekakan Indonesi, dengan cara memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik, bank nasional dan perkumpulan-perkumpulan koperasi. Anggota PNI adalah semua orang Indonesia yang sekurang-kurangnya telah berumur 18 tahun.
Cita-cita persatuan yang selalu dijunjung PNI dalam waktu singkat dapat diwujudkan. Bersama dengan Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Algemeene Studieclub mendirikan suatu federasi yaitu Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Suatu saat, ada kabar bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada tahun 1930. Pemerintah Belandapun melakukan penangkapan-penangkapan dan penggeledahan di berbagai tempat. Beberapa tokoh PNIpun ditangkap dan diajukan ke pengadilan di Bandung pada 18 Agustus 1930 – 29 September 1930. Pemimpin-pemimpin PNI ini lalu dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan kolonial pada 22 Desember 1930. Penangkapan atas pemimpin-pemimpin PNI ini menjadi pukulan berat bagi PNI. Pada 25 April 1931, PNI dibubarkan. Pembubaran ini menimbulkan perpecahan di kalangan pendukung-pendukung PNI dan masing-masing pihak mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru).  Kedua organisasi ini menjunjung ide nasionalisme.

Tambahan :
            Pada tahun 1918, pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai badan perwakilan. Ada beberapa partai serta organisasi yang memanfaatkan kesempatan untuk bergerak melalui badan ini. Pada tahun 1939 Fraksi Pribumi terpenting dalam Volksraad antara lain Fraksi Nasional Indonesia (FRANI) yang merupakan gabungan dari beberapa fraksi, di antaranya Parindra dan Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB).
            Di samping itu, ada usaha untuk meningkatkan persatuan nasional melalui penggabungan partai-partai politik dan memperjuangkan “Indonesia Berparlemen”. Dalam rangka itu, pada tahun 1939 Gabungan Politik Indonesia (GAPI, yang merupakan gabungan dari partai-partai beraliran nasional) dan Majelisul Islamil a’laa Indonesia (MIAI, yang merupakan gabungan dari partai-partai beraliran Islam yang terbentuk pada tahun 1937) bersepakat untuk membentuk Komite Rakyat Indonesia (KRI). Pada tahun 1941 dibentuk Majelis Rakyat Indonesia (MRI) yang mencakup tidak hanya partai politik tetapi juga organisasi serikat sekerja dan organisasi nonpartai lainnya.
            Organisasi-organisasi wanita antara lain Putri Merdika (1912), Aisyiyah (1914), Wanita Utomo (1920), Wanita Katolik (1920), Istri Sedar (1930) dan Istri Indonesia (1932).
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Reid, Anthony dan David Marr. -. Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia             dan Masa Lalunya. -: Grafiti Pers.
Tim Penulis. 2010. Sejarah Nasional Indonesia : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta : Balai Pustaka.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka           Utama.
TULISAN MANDIRI
Agusmanon Yuniadi dalam Pergerakan Nasional 1900-1942

Hak Milik Tulisan: Renata Azhari, Mahasiswa Ilmu Sejarah - Universitas Padjadjaran

Komentar