Pergerakan nasional di Indonesia
bermula pada sekitar tahun 1900 sampai tahun 1942. Banyak faktor yang
menyebabkan terlahirnya pergerakan nasional. Secara garis besar, pergerakan
nasional merupakan refleksi atas kebijakan-kebijakan yang keluar di Belanda
berkat beberapa kecaman seperti yang dilontarkan oleh Douwes Dekker dalam novel
Max Havelaarnya maupun oleh Theodore
van Deventer dalam artikel “Een
Eereschuld”nya. Kebijakan-kebijakan tersebut berupa politik etis dengan
tiga poin utama yang akan diterapkan di wilayah jajahan Hindia Belanda, yaitu
pendidikan, irigasi dan transmigrasi. Ditambah dengan kemenangan kaum liberalis
di parlemen Belanda, yang akan turut serta mempengaruhi kehidupan di Hindia
Belanda.
Pergerakan
nasional itu sendiri digagas oleh para kaum intelektual dan kaum priyayi baru. Menurut
Sartono Kartodirdjo, apa yang disebut dengan kaum intelektual atau kaum priyayi
di atas adalah sekelompok orang atau masyarakat yang mengalami transformasi
pemikiran, di mana terjadi perubahan-perubahan pada pandangan dunia serta
persepsi sejarah. Dari yang tadinya bersifat tradisionalisme dengan
etnosentrismenya yang lebih menunjukkan pandangan terarah ke dalam menjadi
pemikiran yang bersifat moderat, yaitu pandangan yang terarah ke masa depan,
yang menganggap perlu adanya perubahan terhadap tradisi, sehingga orang dapat
menyesuaikan diri dengan orde sosial baru.
Kaum
intelektual dan kaum priyayi baru ini merupakan hasil positif (menurut sudut
pandang pribumi) dari kebijakan-kebijakan politik etis yang dikeluarkan pada
akhir abad ke-19 tersebut. Memanfaatkan keterbukaan pemerintah Hindia Belanda,
para kaum intelektual dan kaum priyayi baru ini atau yang bisa kita sebut
sebagai elit modern, mulai bergerak dalam bidang pendidikan, jurnalistik dan
organisasi. Mereka merasa perlu “mencerahkan” masyarakat yang tidak mereka
sadari, bahwa mereka telah terlena oleh kebijakan pemerintah kolonial dan sedang
ditindas demi keserakahan kolonial-kolonial tersebut. Namun, untuk
“mencerahkan” masyarakat, tidak serta merta berteriak-teriak bahwa kita sedang
dieksploitasi, kita sedang ditipu atau sebagainya. Maka dari itu terbitlah
surat kabar yang diprakarsai oleh Raden Mas Tirto Adhi Soeryo, dengan surat
kabar Soenda Beritanya pada tahun
1903. Surat kabar Soenda Berita dan
surat-surat kabar setelahnya, kesemuanya bertujuan untuk mencerdaskan dan
membantu rakyat dalam banyak bidang dan banyak hal serta sebagai pendorong
/penggerak masyarakat. Mulai dari menyediakan bahan bacaan berupa huruf latin,
info kesehatan, info perekonomian dan lain-lain. Pembacanya memang tidak semua
rakyat, melainkan hanya kaum menengah ke atas, atau para priyayi dan kalangan
bangsawan. Tetapi, dengan terbukanya pikiran para bangsawan dan priyayi, mereka
membagikan buah-buah pikirannya kepada masyarakat sekitarnya. Sedikit demi
sedikit rakyat tersadarkan akan keadaan yang sebenarnya di mana mereka hidup di
dalamnya. Bahwa mereka selama ini telah dimanfaatkan, dikuras habis oleh
kolonial demi kepentingan mereka sendiri. Berkat politik etis, dengan
berkembangnya bidang pendidikan, jurnalistik dan organisasi melahirkan gerakan
priyayi yang berskala kedaerahan dan kemudian berskala nasional (demi
kepentingan bersama).
Lalu
mereka membuat organisasi-organisasi dalam rangka meneruskan berbagai
pengetahuan dan perjuangan pergerakan. Organisasi-organisasi ini berupa
perkumpulan yang bersifat etnosentrisme, misalnya Budi Utomo, Paguyuban
Pasundan dan lain-lain. Sampai tiba tahun 1928, di mana pertama kalinya nama
Indonesia diteriakan oleh para pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda. Robert van
Niel menulis :
dalam suasana sekolah yang bersifat
Barat . . . para pemuda Jawa bertemu dengan kehidupan yang berbeda dengan apa
yang mereka kenal di rumah maupun di lingkungan mereka. Perbedaan itu bukan
hanya dalam lingkungan fisik, tetapi jauh lebih penting dari itu, adalah
lingkungan mental: barangkali secara tidak terlalu tepat dan sangat umum
dianggap sebagai perbedaan antara lingkungan sikap yang sifatnya
ilmiah-rasional dan sikap mistis-animistis.
Mulai
dari saat itu, perkumpulan-perkumpulan (organisasi) bergerak dalam skala
nasional, pergerakan-pergerakan mereka tidak lagi hanya sebatas gerakan etnis,
tetapi menyeluruh, terus-menerus dan semakin radikal dengan tujuan mengumpulkan
kekuatan rakyat demi menjunjung harapan akan nasib bangsanya sendiri dan
identitas bangsa. Persoalan identitas nasional pada dasarnya telah diatasi,
yaitu sebagai identitas yang muncul dari pengalaman bersama dalam penindasan
oleh Belanda.
Ideologi-Ideologi
yang Ada Pada Masa Pergerakan Nasional
Perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi tersebut tentu
tidak serta merta bergerak ke segala arah semau dan sesuka mereka. Berbagai
organisasi itu menawarkan berbagai paham (ideologi) mereka kepada rakyat.
Misalnya Islamisme, Kesukuan dan Kebudayaan, Sosialisme, Komunisme, Marhaenisme,
Kebangsaan Sekuler, Pendidikan dan Perdagangan.
Organisasi-Organisasi yang Ada Pada Masa Pergerakan
Nasional
Pada
masa pergerakan nasional ini terdapat beberapa organisasi yang berbentuk
partai, perkumpulan, paguyuban dan lain-lain. Mereka ialah Perhimpunan
Habibprojo, Mardiwara, Pewarta Prijaji, Al-Jam’iyat Al Khiriyah, Syarikat
Prijaji, Syarikat Dagang Islamiyah, Budi Utomo, Sarekat Islam, ISDP, ISDV, Indische
Partij, PNI, PKI, GAPI, MIAI, organisasi-organisasi wanita dan masih banyak
lagi.
Orientasi Ideologi Organisasi Pada Masa Pergerakan
Nasional
Islamisme : Mempelopori bangkitnya kesadaran nasionalisme Islam yaitu Djamiatul Choir, Al-Irsjad,
Syarikat Dagang Islamiyah, Sarekat Islam, Syarikat Dagang Islam, Persyarikatan
Muhammadiyah, Persyarikatan Ulama, Matla’ul Anwar, Nahdlatul Ulama,
Nahdlatul Wathan, Persatuan Muslimin Indonesia dan Persatuan Islam.
Djawanisme, Tradisionalisme, Kesundanisme : Budi Utomo, Syarikat Prijaji, Paguyuban Pasundan,
Taman Siswa dan lain-lain.
Komunisme : Dengan ide komunis Internasional, Indische Sociaal
Demokratische Vereeniging (ISDV) yaitu Perserikatan Komunis di
India (PKI) diikuti ide komunis nasional Partai Komunis Indonesia (PKI).
Marhaenisme : Partai
Nasional Indonesia (PNI)
Kebangsaan Sekuler : Partai
Indonesia
Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).
Perhimpunan Habibprojo :
Akhir abad ke -19 lahir Perhimpunan Habibprojo. Perhimpunan ini merupakan
organisasi pedagang batik Solo.
Mardiwara : Organisasi para pedagang yang
berskala internasional pada akhir abad ke-19.
Pewarta Prijaji :
Perta Prijaji didirikan oleh R. M.Tirto Adhi Suryo pada tahun 1903. Merupakan
organisasi pembaca yang anggotamya para prijaji.
Syarikat Dagang Islamiyah : merupakan
organisasi dagang yang berupaya mewadahi para pedagang lokal atau pribumi agar
dapat bersaing dengan pedagang Cina yang pada waktu itu mendominasi. Organisasi ini didirikan oleh R. M. Tirto Adhi Suryo sekitar
sebelum tahun 1905. Dengan begitu organisasi ini beralirkan ideologi pendidikan
dan perdagangan dengan inti Islamisme.
Syarikat
Prijaji
: Didirikan pada tahun 1906 oleh R. M. Tirto Adhi Suryo sekembalinya ia setelah
kepergiannya pasca kebangkrutan Soenda Berita. Organisasi yang diketuai oleh R.
M. Prawirodiningrat ini bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan
non politik, karena menghindari penglihatan Belanda.
Budi Utomo :
dengan semboyan hendak meningkatkan martabat rakyat, Mas Ngabehi Wahidin
Sudirohusodo, seorang dokter Jawa di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi
rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan
priyayi di Pulau Jawa. Dalam perjalanan kampanye itu pada akhir tahun 1907, dr.
Wahidin bertemu dengan Sutomo, palajar STOVIA, di Jakarta. Pada hari Rabu
tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta pelajar-pelajar STOVIA lainnya di gedung STOVIA
mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo, dan Sutomo ditunjuk sebagai
ketua. Dari bulan Mei sampai awal Oktober 1908, Budi Utomo yang beru muncul itu
merupakan organisasi pelajar dengan para pelajar STOVIA sebagai intinya.
Tujuannya merumuskan secara samar-samar yaitu “kemajuan bagi Hindia”, di
mana jangkauan geraknya terbatas pada penduduk Pulau Jawa dan Pulau Madura dan
baru kemudian meluas untuk penduduk Hindia Belanda seluruhnya dengan tidak
memerhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan agama. Apa yang Hatta dan
Alihsjahbana sebut dengan “nasionalis
kultural”. Setelah cita-cita Budi
Utomo mendapat dukungan yang semakin meluas di kalangan cendekiawan Jawa,
pelajar itu menyingkir dari barisan depan. Sebagian karena keinginannya agar
generasi yang lebih tua memegang peran bagi gerakan itu. Dapat kita lihat pada
pernyataan terakhir, bahwa pergerakan Budi Utomo cenderung berideologikan Djawanisme/Tradisionalisme
dalam lingkup kesukuan dan kebudayaan, yang di dalamnya selalu mengutamakan
orang yang lebih tua.
Budi Utomo pada akhir tahun-tahun 1920-an berubah dari organisasi
etnis Jawa menjadi organisasi Indonesia. Baru pada tahun 1932, Budi Utomo mengalami
fusi (peleburan) dengan organisasi-organisasi lain yang berdasarkan kooperasi.
Organisasi fusi yang dibentuk terdiri dari organisasi-organisasi yang
anggotanya hanya bangsa Indonesia. Organisasi baru itu direncanakan menganut
politik perjuangan kooperasi, akan tetapi terhadap sesuatu hal kadang-kadang
diambil sikap nonkooperasi. Artinya kini ke semua organisasi tersebut termasuk Budi
Utomo beralirkan ideologi Nasionalisme.
Pada bulan Juni
1933 dalam kongres di Solo Budi Utomo memutuskan untuk mempercepat fusi dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). PBI berasal dari Indonesische
Studieclub (Kelompok Studi Indonesia)
di Surabaya yang didirikan dan dipimpin oleh dr. Sutomo pada tahun 1924.
Kelompok studi tersebut yang terdiri atas kaum intelektual didikan Barat
direorganisasi menjadi PBI pada tanggal 16 Oktober 1930. Tujuan organisasi
dirumuskan yaitu mencapai kebahagiaan yang sempurna bagi tanah air dan rakyat
Indonesia atas dasar nasionalisme Indonesia. PBI yang terutama bekerja di Jawa
Timur lemah di bidang politik, tetapi kuat di bidang sosial dan ekonomi.
Sesuai dengan
rencana, pada tanggal 24-26 Desember 1935 Budi Utomo dan PBI menyelenggarakan
kongres di Solo. Dalam acara tersebut kedua organisasi tersebut berfusi
dan lahir organisasi baru bernama Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo yang terpilih sebagai ketua pengurus
besar mengatakan bahwa Parindra adalah partai nasional yang bertujuan
memperbaiki kehidupan berbagai golongan penduduk. Tujuan Parindra ialah “Indonesia yang besar dan luhur”. Untuk mencapai tujuan itu
disebutkan: memperkuat semangat nasionalisme Indonesia; menjalankan aksi
politik sampai tercapainya suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan demokrasi
dan nasionalisme; meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial rakyat.
Pada
waktu rapat fusi itu, ikut melebur juga organisasi Sarekat Sumatra dan Tirtayasa (organisasi orang-orang Banten). Tahun berikutnya menyusul
berfusi Partai Sarekat Selebes (Parsas) sesudah pecah di dalamnya, sedangkan Timors Verbond menyatakan akan
bekerjasama dengan Parindra. Selanjutnya beberapa pemimpin terkenal bergabung
ke partai baru itu, antara lain Mohammad Husni Thamrin (pemimpin organisasi Kaum Betawi) dan pemimpin-pemimpin dari
Partai
Indonesia (Partindo) yaitu Mr. Sunaryo dan Mr. Iskaq Cokroadisuryo. Partai
baru itu mulai bergerak dengan 53 cabang dan anggota sebanyak 2.525 orang.
Sarekat Islam : pada tahun 1911 didirikan
perkumpulan Sarekat Islam (SI) di Solo. Latar belakang ekonomis perkumpulan ini
ialah perlawanan terhadap pedagang antara (penyalur) oleh orang Cina.
Sungguhpun demikian, kejadian itu merupakan isyarat bagi orang muslim, bahwa
telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri Sarekat Islam
mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap
orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap
rakyat bumiputera. Ia merupakan reaksi terhadap rencana kretenings-politiek (politik pengkristenan) dari kaum zending,
perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenaar-ambtenaar bumiputera dan
Eropa. Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenaar-ambtenaar pemerintah, maka
Sarekat Islam berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yakni lapisan yang
sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak
menderita. Banyak aspek perjuangan yang terkumpul menjadi satu di dalam tubuh
Sarekat Islam sehingga ada yang menamakan bahwa Sarekat Islam merupakan gerakan
“nasionalistis-demokratis-ekonomis”.
Organisasi
Sarekat Islam ini kemudian berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) kemudian pada tahun 1930 berubah lagi
menjadi Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perubahan itu dilakukan untuk menunjukkan, seperti juga
partai-partai lainnya, sama berbaktinya kepada pembentukan Negara Kesatuan
Indonesia.
Menurut
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa Sarekat Islam yang beberapa kali
berubah nama itu tetap berpaham Islamisme bergandengan dengan Nasionalisme dan
sedikit demokratis.
Perhimpunan Indonesia
: Didirikan pada tahun 1908 oleh Sutan Kasayangan dan R. M. Noto Suroto dengan
nama awal Indische Vereeniging. Bertujuan untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari
orang-orang yang berasal dari Indonesia di Belanda, maksudnya orang-orang
pribumi dan nonpribumi yang bukan Eropa, di negeri Belanda dan hubungan dengan
orang Indonesia. Pada awalnya organisasi ini bersifat organisasi sosial. Akan
tetapi seiring berjalannya waktu dan keadaan internasional, terjadi perubahan
di dalam tubuh organisasi ini yang pada 1922 diganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging,
pada 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Memperlihatkan perubahan tujuan
pergerakan organisasi yang semakin mantap mengarahkan haluan ke nasionalisme.
Indische Partij
: Organisasi yang memiliki konsepsi bercorak politik seratus persen dan program
nasional yang meliputi pengertian nasionalisme modern ini didirikan pada
tanggal 25 Desember 1912 oleh E.F.E. Douwes Dekker. Organisasi ini ingin
menggantikan Indische Bond sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia. Ketika
persiapan pendirian organisasi ini, Douwes Dekker melakukan perjalanan
propaganda di Pulau Jawa yang dimulai pada 15 September dan berakhir pada 3
Oktober 1912. Bukti nyata dari propaganda ini ialah didirikannya 30 cabang
dengan anggota sejumlah 7.300 orang, yang kebanyakan merupakan Indo-Belanda.
Tujuan Indische Partij sendiri ialah untuk membangunkan patriotism semua rakyat
bumiputera terhadap tanah airnya yang telah member lapangan hidup kepada mereka,
agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan
ketatanegaraan untuk memajukan tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan
kehidupan rakyat yang merdeka. Berideologi “Nasionalisme Hindia” dan bergerak
dalam bidang politik.
ISDV : Atas
prakarsa H.J.F.M. Sneevlit, seorang anggota Partai Buruh Sosial Demokrat
beserta orang-orang sosialis lainnya seperti J.A. Brandsteder, H.W. Dekker dan
Bergsma, ia mendirikan organisasi yang bernama Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV)
pada 9 Mei 1914. Namun, Sneevlit beserta kawan-kawannya merasa organisasi
mereka kurang berhasil dan tidak dapat berkembang, karena tidak berakar di
dalam masyarakat Indonesia. Kemudian mereka berpikir untuk bersekutu dengan
gerakan yang lebih besar yang dapat bertindak sebagai jembatan kepada massa
rakyat Indonesia. Pada 1916, ISDV menyusup ke dalam badan Sarekat Islam yang
pada saat itu telah mempunyai ratusan ribu anggota. Mereka menjadikan anggota
ISDV menjadi anggota Sarekat Islam dan menjadikan angggota Sarekat Islam
menjadi anggota ISDV. Kemudian Sneevlit dan kawan-kawan berhasil mengambil alih
beberapa pemimpin muda Sarekat Islam menjadi pemimpin ISDV. Namun dengan
berlalunya waktu terjadilah perpecahan di dalam ISDV, dikarenakan sikap
pemimpinnya yang terlalu radikal yang menyebabkan golongan moderat di dalam
ISDV mengundurkan diri. Pada bulan September 1917 mereka membentuk SDAP cabang
Hindia Belanda yang kemudian menjadi Indische
Sociaal-Democtratische Partij (ISDP).
Pada waktu
pecahnya Revolusi Bolsyevik di rusia, tubuh ISDV telah bersih dari unsur-unsur
yang moderat dan dapat dikatakan sikapnya telah bersifat komunistis. Dan pada
akhir 1918 gerakan kaum sosialis ini dapat dikatakan mati. Beberapa anggota
bangsa Eropa dalam ISDV malah mengusulkan untuk mengikuti jejak SDAP di Belanda
yang menjadikan dirinya Partai Komunis Belanda (CPN). Sebagai hasil gagasan
mereka, pada kongres ISDV ke-7 di bulan Mei 1920 dibicarakan usul untuk
menggantikan ISDV menjadi Perserikatan Kommunist di Hindia. Pada tanggal 23 Mei
1920 ISDV resmi merubah namanya menjadi Partai
Kommunist Hindia. Lalu
pada bulan Desember 1920 dirubah lagi namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pergantian nama dan susunan pengurus pada kongres Mei 1920 tetap
tidak mengubah program politik partai. Partai tetap berpegang teguh kepada
prinsip internasionalis dan menganggap nasionalisme sebagai salah satu musuh
utama. Pada tahun 1936 kegiatan utama kaum komunis disalurkkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di mana tokoh-tokoh mereka yang utama ialah Amir Syarifuddin.
Partai Nasional Indonesia
: Atas prakarsa Ir. Soekarno sebagai pendiri Algemeene Studieclub di Bandung,
diadakanlah rapat pendirian Perserikatan
Nasional Indonesia (PNI). PNI
bertujuan untuk memerdekakan Indonesi, dengan cara memperbaiki keadaan politik,
ekonomi dan sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri, antara lain dengan
mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik, bank nasional dan
perkumpulan-perkumpulan koperasi. Anggota PNI adalah semua orang Indonesia yang
sekurang-kurangnya telah berumur 18 tahun.
Cita-cita persatuan yang selalu dijunjung PNI dalam waktu singkat
dapat diwujudkan. Bersama dengan Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranen Bond,
Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Algemeene Studieclub mendirikan suatu
federasi yaitu Pemufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Suatu saat, ada kabar bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada
tahun 1930. Pemerintah Belandapun melakukan penangkapan-penangkapan dan
penggeledahan di berbagai tempat. Beberapa tokoh PNIpun ditangkap dan diajukan
ke pengadilan di Bandung pada 18 Agustus 1930 – 29 September 1930.
Pemimpin-pemimpin PNI ini lalu dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan
kolonial pada 22 Desember 1930. Penangkapan atas pemimpin-pemimpin PNI ini menjadi
pukulan berat bagi PNI. Pada 25 April 1931, PNI dibubarkan. Pembubaran ini
menimbulkan perpecahan di kalangan pendukung-pendukung PNI dan masing-masing
pihak mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru). Kedua organisasi ini menjunjung ide
nasionalisme.
Tambahan :
Pada
tahun 1918, pihak Belanda mendirikan Volksraad
yang berfungsi sebagai badan perwakilan. Ada beberapa partai serta organisasi
yang memanfaatkan kesempatan untuk bergerak melalui badan ini. Pada tahun 1939
Fraksi Pribumi terpenting dalam Volksraad
antara lain Fraksi
Nasional Indonesia (FRANI) yang merupakan gabungan dari beberapa fraksi, di
antaranya Parindra dan Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB).
Di
samping itu, ada usaha untuk meningkatkan persatuan nasional melalui
penggabungan partai-partai politik dan memperjuangkan “Indonesia Berparlemen”.
Dalam rangka itu, pada tahun 1939 Gabungan Politik Indonesia (GAPI, yang merupakan gabungan dari partai-partai beraliran
nasional) dan Majelisul Islamil a’laa Indonesia (MIAI, yang merupakan gabungan
dari partai-partai beraliran Islam yang terbentuk pada tahun 1937) bersepakat
untuk membentuk Komite Rakyat Indonesia (KRI). Pada tahun 1941 dibentuk Majelis
Rakyat Indonesia (MRI) yang mencakup tidak hanya partai politik tetapi juga
organisasi serikat sekerja dan organisasi nonpartai lainnya.
Organisasi-organisasi
wanita antara lain Putri Merdika (1912), Aisyiyah (1914), Wanita Utomo (1920),
Wanita Katolik (1920), Istri Sedar (1930) dan Istri Indonesia (1932).
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Reid, Anthony
dan David Marr. -. Dari Raja Ali
Haji Hingga Hamka: Indonesia dan
Masa Lalunya. -: Grafiti Pers.
Tim Penulis. 2010. Sejarah Nasional
Indonesia : Zaman Kebangkitan Nasional dan
Masa Hindia Belanda. Jakarta : Balai Pustaka.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
TULISAN MANDIRI
Komentar
Posting Komentar